Powered By Blogger

Selasa, 03 Juli 2012

Analisis Diskriminan Z-Score



BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Analisis Diskriminan
Kebangkrutan merupakan masalah yang sangat esensial yang harus diwaspadai oleh perusahaan. Karena jika perusahaan sudah terkena bangkrut, maka perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha. Untuk itu perusahaan harus sedini mungkin melakukan berbagai analisis terutama analisis yang menyangkut kebangkrutan perusahaan. Dengan analisis ini maka sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan.
Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan, agar kebangkrutan tersebut benar-benar tidak terjadi pada perusahaan dan perusahaan dapat mengantisipasi atau membuat strategi untuk menghadapi jika kebangkrutan benar-benar menimpa perusahaan.
Berbagai analisis dikembangkan untuk memprediksi awal kebangkrutan perusahaan. Analisis yang banyak digunakan saat ini adalah analisis diskriminan Altman dimana analisis ini mengacu pada rasio-rasio keuangan perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada analisis tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio itu dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standart, yang sedang digunakan dalam analisis yaitu laporan neraca dan laporan rugi laba.
              Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dengan mengambil judul “Penerapan Analisis Diskriminan Altman untuk Memprediksi Tingkat Kebangkrutan.

Sabtu, 30 Juni 2012

Pendahuluan Akuntansi Perpajakan

Sumber: Lumbantoruan, Sophar. (2006). ”Akuntansi Pajak”. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

                Akuntansi adalah suatu alat yang dipakai sebagai bahasa bisnis. Informasi yang disampaikannya hanya dapat dipahami apabila mekanisme akuntansi telah dimengerti. Akuntansi dirancang sedemikian rupa agar transaksi yang tercatat diolah menjadi informasi yang berguna.
                Istilah yang digunakan dalam perpajakan adalah pembukuan dan pencatatan. Dalam UU No.6 Tahun 1983 jo UU No.9 Tahun 1994 Pasal 28 dinyatakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Ketentuan ini tidak mewajibkan wajib pajak untuk menggunakan akuntansi. Hal ini mungkin disebabkan karena disadari banyak wajib pajak yang belum mampu melakukannya. Namun, lebih baik jika wajib pajak mampu menyelenggarakan akuntansi, sebab dengan itu penghitungan penghasilan kena pajak menjadi lebih akurat. Sebenarnya pencatatan dan pembukuan merupakan bagian yang pertama saja dari akuntansi. Artinya akuntansi lebih luas daripada pembukuan dan pencatatan.
                Dalam penjelasan UU No.6 Tahun 1983 jo UU No.9 Tahun 1994 disebutkan bahwa pembukuan diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Prinsip Akuntansi Indonesia, kecuali peraturan-peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Dari keterangan tersebut dapat dimengerti bahwa pembukuan tidak harus menggunakan prinsip akuntansi.
                Akuntansi yang diterapkan sesuai dengan prinsip perpajakan disebut akuntansi pajak (tax accounting). Akuntansi yang dibatasi dengan peraturan perudang-undangan tertentu disebut juga akuntansi statutori (Statutory Accounting). Contoh akuntansi statutori disamping akuntansi pajak adalah akuntansi terhadap asuransi yaitu akuntansi yang menghasilkan laporan yang disusun berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang asuransi.

Rabu, 27 Juni 2012

RAHASIA DAGANG



Pendaftaran Permohonan Rahasia Dagang
Untuk mendapatkan perlindungan, rahasia dagang tidak perlu diajukan pendaftaran, karena undang-undang secara langsung melindungi rahasia dagang tersebut apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya. Hak kepemilikan rahasia dagang tidak perlu melalui prosedur pendaftaran. Kecuali pengalihan haknya.
            Yang dimaksud upaya-upaya sebagaimana mestinya adalah semua langkah yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan. Misalnya, di dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan praktik umum yang berlaku di tempat-tempat lain dan/atau yang dituangkan ke dalam ketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam ketentuan internal perusahaan dapat ditetapkan bagaimana Rahasia Dagang itu dijaga dan siapa yang bertanggungjawab atas kerahasiaan itu.

Sabtu, 23 Juni 2012

SEJARAH SOX, DAN PERBEDAAN PERILAKU AUDITOR, PRA SOX DENGAN PASCA SOX


SEJARAH SOX, DAN PERBEDAAN PERILAKU AUDITOR
PASCA SOX DENGAN PRA SOX
            SOX(Sarbanes Oxley Act), sebuah Undang-Undang yang diterbitkan oleh pemerintah AS, akibat terjadinya rentetan-rentetan kasus yang melibatkan kantor akuntan kondang Arthur Andersen. Kata SOX, sangat asing bagi mahasiswa atau mahasiswi akuntansi yang belum pernah mengambil mata kuliah Pengauditan. Apakah SOX itu? Dan bagaimana SOX itu bisa ada?
            Arthur Andersen adalah salah satu firma akuntansi terbesar di AS yang berdiri sejak 1913. Perusahan ini memiliki reputasi sebagai kepercayaan, integritas dan etika yang penting bagi perusahaan yang di bebani auditing secara independen dan melaporkan laporan-laporan perusahaan publik. Di masa-masa awalnya Andersen memiliki standar-standar profesi akuntansi dan mengembangkan inisiatif-inisiatif baru pada kekuatan-kekuatan integritasnya. Bahkan Arthur Andersen pernah menjadi model integritas yang merupakan profesionalitas dalam akuntansi.
Pada tahun 1947, Ketika Leonard Spacek bergabung, Andersen mulai mengembangkan jasa konsultan kepada klien-klien besar, dan bisnis konsultasi Andersen menjadi lebih menguntungkan daripada usaha aslinya, selama kira-kira 30 tahun. pertumbuhan menjadi prioritas dan penekanannya pada perekrutan dan mempertahankan klien-klien besar berdampak pada kualitas dan independensi audit. Fokus pada pertumbuhan ini menghasilkan perubahan yang mendasar pada budaya perusahaan. Pertumbuhan Bisnis konsultasi Andersen merupakan yang pertumbuhan yang tercepat dan pesat di dunia. Akan tetapi Security and Exchange Commision(SEC) menyarankan aturan-aturan baru yang membatasi jasa non-assurance. Tetapi Andersen menolaknya. Kemudian pada tahun 1999, Andersen memisahkan fungsi akuntansi dan konsultasi, yang menyebabkan adanya kerahasiaan dan keegoisan keduanya. Sehingga jarang ada komunikasi, dan krisis akan bekerja yang efektif. Pertikaian antara kedua unit pun tejadi, yang berujung arbitrase, dengan simpulan bahwa konsultan Andersen bisa memisahkan diri dan berubah namanya menjadi Accenture.
Pada Januari 2001, Andersen mengangkat Joseph Berardino sebagai CEO baru dalam auditing. Tugas pertamanya adalah melacak perusahaan yang lebih kecil melalui sejumlah tuntutan hukum yang sudah ada. Andersen membayar amat mahal untuk tuntutan-tuntutan ini. Tahun berikutnya, banyak perusahaan klien Andersen meninjau ulang hubungannya dengan Andersen.
BFA. Keruntuhan Andersen dimulai ketika, Baptist Foundation of Arizona (BFA) mengalami kebangkrutan terbesar perusahaan amal nirlaba dalam sejarah AS, dimana Andersen bertindak sebagai auditornya. Mereka dianggap menipu investor sebesar $570 juta. BFA didirikan untuk menghimpun dana untuk mengelola gereja di Arizona. Lembaga ini bekerja seperti bank, membayar bunga deposito yang digunakan sebagian besar untuk berinvestasi di Arizona. Masalah dimulai ketika pasar mengalami penurunan, dan manajemen dituntut untuk menghasilkan keuntungan. Karena itu, pengurus yayasan diduga menyembunyikan kerugian  dari investor dengan menjual beberapa properti dengan harga tinggi. Dalam dokumen pengadilan, pejabat yayasan diduga mengambil uang dari investor baru untuk membayar investor yang sudah ada untuk menjaga arus kas. Sementara itu, pejabat puncak menerima gaji. Masalah pun terungkap, mengarah pada investigasi kriminal dan tuntutan terhadap BFA dan Andersen. Gugatan investor terhadap Andersen yang menuduh perusahaan ini melakukan pemalsuan dan menyesatkan laporan keuangan BFA. Tetapi, pada tahun 2000, Andersen membela keakuratan dengan opininya tentang audit.
Sunbeam. Masalah Andersen dengan Sunbeam bermula dari kegagalan audit yang membuat kesalahan serius pada akuntansinya yang akhirnya menghasilkan tuntutan class action dari investor Sunbeam. Baik dari gugatan hukum dan perintah sipil yang diajukan SEC menuduh Sunbeam membesar-besarkan penghasilan melalui strategi penipuan akuntansi, dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari pengiriman sebenarnya dan tagihannya. Akibatnya, Sunbeam dipaksa meyatakan kembali laporan keuangan selama enam kuartal. SEC juga menuduh Arthur Andersen. Pada 2001, Sunbeam mengajukan petisi kepada Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York tentang aturan kebangkrutan. Agustus 2002, pengadilan memutuskan pembayaran sebesar $141 juta. Andersen setuju membayar $110 juta untuk menyeleaikan klaim tanpa mengakui kesalahan dan tanggung jawab.
Waste Management. Andersen juga terlibat dalam pengadilan atas data akuntansi yang dipertanyakan mengenai pendapatan yang berlebih sebesar $1,4 miliar dari Waste Management. Gugatan diajukan oleh SEC atas penipuan laporan keuangan selama lebih dari lima tahun. Menurut SEC, Waste Management membayar jasa audit kepada Andersen, yang menyarankan bahwa bisa memperoleh biaya tambahan melalui tugas khusus. Awalnya Andersen mengidentifikasi praktek-praktek akuntansi yang tidak tepat dan disajikan kepada Waste Management. Namun pimpinan Waste Management menolak mengkoreksi. Hal ini dianggap oleh SEC sebagai upaya menutupi penipuan masa lalu untuk melakukan penipuan masa depan. Hasilnya, Andersen harus membayar $220 juta ke pemegang saham Waste Management dan $7 juta ke SEC. Andersen dipaksa untuk melakukan perjanjian untuk tidak melakukan laporan palsu di masa mendatang atau izin usahanya akan dicabut.
Enron. Bulan Oktober 2001, SEC mengumumkan investigasi akuntansi Enron, salah satu klien terbesar Andersen. Dengan Enron, Andersen mampu membuat 80 persen perusahaan minyak dan gas menjadi kliennya. Namun, pada November 2001 harus mengalami kerugian sebesar $586 juta. Dalam sebulan, Enron bangkrut. Departemen Kehakiman AS memulai melakukan penyelidikan kriminal pada tahun 2002 yang mendorong Andersen dan kliennya runtuh. Perusahaan audit akhirnya mengakui telah menghancurkan dokumen yang berkaitan dengan audit Enron yang menghambat putusan. Pada akhirnya, Dia menginstruksikan David Duncan, supervisor Andersen dalam pengawasan rekening Enron, untuk menghapus namanya dari memo yang bisa memberatkannya. Pada Juni 2005, pengadilan memutuskan Andersen bersalah menghambat peradilan, menjadikannya perusahaan akuntan pertama yang dipidana. Perusahaan setuju untuk menghentikan auditing publik  pada 31 Agustus 2002, yang pada prinsipnya mematikan bisnisnya.
Perusahaan Telekomunikasi. Ternyata, tuduhan penipuan tidak berakhir pada kasus Enron. Berita penyimpangan sebesar $3,9 miliar dari WorldCom, klien terbesar Andersen. Harga sahamnya kemudian jatuh dan investor menuntut dan mengirim WorldCOm ke Pengadilan Kepailitan. Andersen menyalahkan WorldCom dan berikeras bahwa penyimpangan tidak pernah diungkapkan kepada auditor dan bahwa ia telah memenuhi standar SEC dalam auditnya. WorldCOm balik menuduh Andersen karena gagal menemukan penyimpangan yang ada. Selama kasus Enron dan WorldCOm berlanjut, banyak perusahaan-perusahaan lainnya dituduh melakukan penyimpangan akuntansi.
Akibat dari rentetan kasus yang telah dijelaskan diatas, pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX), sebuah undang-undang yang diusulkan oleh komite yang dipimpin senator Sarbanes dan senator Oxley untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Kegagalan ini menimbulkan krisis yang serius terhadap kredibilitas akuntansi, pelaporan, dan proses tata kelola perusahaan sehingga oleh politisi AS diciptakan kerangka kerja baru terhadap akuntabilitas dan tata kelola perusahaan melalui Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk memulihkan kepercayaan yang cukup dan untuk menjadikan pasar modal kembali berfungsi normal.
Undang-Undang Sarbanes-Oxley Act bisa menetapkan pedoman baru untuk perusahaan dan bisa untuk mempertanggungjawaban kepada divisi akuntansi. Dengan adanya tindakan ini , bisa untuk memerangi penipuan sekuritas dan akuntansi. Dan untuk menekankan kepada independensi dan kualitas, membatasi kemampuan perusahaan untuk menyediakan keduanya yaitu non-audit dan jasa untuk klien yang sama.
Perbedaan Prilaku Audit Pra SOX dengan Pasca SOX
Independensi auditor adalah sebuah sikap mental auditor yang wajib dimiliki oleh auditor. Sehingga, seringkali para pengguna laporan keuangan selalu mempertanyakan apakah auditor bisa independen dalam menjalankan tugasnya. Auditor adalah orang atau profesi yang mendapatkan penghasilan dari klien yang mereka audit. Dalam sebagian kasus, persentase penghasilan dari satu klien dengan klien lainnya, mungkin perbedaannya sangat signifikan dalam mempengaruhi penghasilan kantor akuntan. Sehingga, kehilangan klien tersebut bisa secara material mempengaruhi pendapatan kantor akuntan, menyebabkan independensi profesi akuntan semakin memudar, ditambah ketika kantor akuntan public diberi kebebasan untuk memberikan jasa nonassurance kepada klien yang mereka audit. Pemberian jasa nonassurance ini menambah besar jumlah dependensi secara finansial kantor akuntan public kepada kliennya.
            Setelah kasus Enron/Andersen terjadi, muncul sebuah undang-undang yang lebih dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act 2002. Di dalam undang-undang ini, jika diperhatikan dengan seksama, tidak pernah meminta perusahaan untuk mengganti Auditor, jika mereka telah berhubungan selama lima tahun berturut-turut.  Yang ada hanyalah bahwa auditor harus mengganti partner jika satu partner telah memimpin audit pada satu klien selama lima tahun.  Akan tetapi, kenyataan yang ada bahwa Auditor harus berpindah pada klien lain, setelah auditor mengaudit selama lima tahun berturut-turut pada klien tersebut. Mengapa demikian?Hal ini terlatar belakangi oleh kasus Enron/Andersen yang telah memudarkan interdependensi Profesi Akuntansi, akibat hubungan yang lama.
            Berbicara mengenai kualitas Auditor dalam mengaudit perusahaan klien setelah keputusan Menteri Keuangan yang mengambil keputusan tegas agar pergantian auditor harus dilakukan jika auditor telah mengaudit satu klien selama lima tahun berturut-turut, bahwa Auditor mengaudit sesuai dengan Standar Auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, yang dijadikan pedoman umum bagi auditor yang wajib. Dan berbeda dengan Auditor pendahulu yang mungkin telah memahami aspek bisnis klien, Auditor yang baru bisa jadi sama sekali buta tentang bisnis klien. Mereka mungkin juga sama sekali tidak mengetahui reputasi klien mereka dimasa lalu sehubungan dengan pelaporan keuangan. Faktor ini yang kemudian mendorong auditor untuk bersikap lebih skeptic(ragu, dan tidak mudah percaya) terhadap klien yang baru.
Poin-poin Budaya Perusahaan Akuntansi pada masa sebelum SOX
  • Pertumbuhan perusahaan dijadikan prioritas utama dan menekankan pada perekrutran dan mempertahankan klien-klien besar, namun mutu dan independensi audit dikorbankan.
  • Standar-standar profesi akuntansi dan integritas yang menjadi contoh perusahaan-perusahaan lainnya luntur seiring motivasi meraih keuntungan yang lebih besar.
  • Perusahaan terlalu fokus terhadap pertumbuhan, sehingga tanpa sadar menghasilkan perubahan mendasar dalam budaya perusahaan. Perubahan sikap lebih memprioritaskan mendapatkan bisnis konsultasi yang memiliki pertumbuhan keuntungan lebih besar lebih tinggi dibanding menyediakan layanan auditing yang obyektif yang merupakan dasar dari awal mula berdirinya Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen. Pada akhirnya ini menggiring pada kehancuran perusahaan.
  • Andersen menjadi membatasi pengawasan terhadap tim audit akibat kurangnya check and balances yang bisa terlihat ketika tim audit telah menyimpang dari kebijakan semula.
  • Sikap Arthur Andersen yang memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hokum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur Andersen pun ditutup.
Beberapa perubahan yang ditentukan dalam SOX mengenai perilaku auditor
  • Untuk menjamin independensi auditor. Kantor Akuntan Publik dilarang memberikan jasa non-audit kepada perusahaan yang diaudit.
  • Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya diperluas, yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee.
  • Melarang Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit jika audit partnernya telah memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien tersebut.
  • Kantor Akuntan Publik harus segera membuat laporan kepada audit committee yang menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif perlakukan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor.
  • KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer, controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut setahun sebelumnya.
Berkaitan dengan pemusnahan dokumen, SOX melarang pemusnahan atau manipulasi dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada perusahaan yang menyatakan bangkrut. Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.
PENUTUP
            Kesimpulan dari pembahasan Paper yang telah diuraikan diatas, adalah :
  • Adanya praktik diskriminasi, terlihat dari tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika oleh manajemen perusahaan, dan perilaku manajemen perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.
  • Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan.
  • Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan. 
DAFTAR PUSTAKA
·         Mulyadi. Auditing. Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat,2002.
·         Posted by Sasongko Budi, Category: Its Accounting!, keywords: Akuntan, sox, Date: 11.26.07/2am
·         Posted by Febrianto Rahmat, Pergantian Auditor dan Kantor Akuntan, Date: 5.24.09/Sunday,10:16.
·         Posted by Febrianto Rahmat, Keefektifan Rotasi Auditor, Date: 3.11.09/Wednesday,00:18.
·         Posted by Febrianto Rahmat, Pergantian Auditor Wajib Atau Sukarela, Date: 12.03.09/Thursday,13:11.
Pested by Mahendradata Gading, Kasus Arthur Andersen, Praktik Akuntansi yang Dipertanyakan.

Kamis, 02 Februari 2012

5 Kebiasaan Sepele yang Bikin Kita Bahagia

Setiap orang tentu ingin bahagia. Namun, tak semua orang paham. Sesungguhnya kita tak perlu menjadwalkan liburan ke luar negeri atau menanti saat mendapatkan hadiah doorprizeuntuk mencapai kebahagiaan itu. Riset terbaru menunjukkan, melakukan tindakan sepele sehari-hari juga bisa membuat pikiran kita jadi lebih positif. Akibatnya, mood pun selalu bagus. Ayo, bentuk kebiasaan itu mulai dari sekarang.

Jumat, 03 Desember 2010

Contoh Kasus Ukuran Kinerja


Is padding the budget unethical?
A department or divisional budget often is used as used as the basis for evaluating a manager’s performance. Actual result are compared with budgeted performance levels, and those who outperformed the budget often are rewarded with promotion or salary increase. In msny cases, bonuses are tied explicitly to performance relative to budget. For example, the top management personnel of a division may receive a bonus if divisional profit exceed budgeted profit exceed budgeted profit by certain percentage.
Serious ethical issues can arise in situation where a budget is the basis for rewarding managers. For example, suppose a division’s top management personnel will split a bonus equal to 10 percent of the amount by which actual divisional profit exceed the budget. This may create an incentive for the divisional budget officer, or other managers supplying data, to pad the divisional profit budget. Such padding would make the budget easier to achieve, thus increasing the chance of bonus. Alternatively, there may be an incentive to manipulate the actual divisional results in order to maximize management’s bonus. For example, year-end sales could be shifted between years to increase reported revenue in particular year. Budget personnel could have such incentives for either of two reasons: 1) they might share in the bonus, or 2) they might feel pressure from the managers who would share in the bonus.
Put yourself in the position of the division controller.Your bonus,and that of your boss,the division vice president,will be determined in part by division’income in comparison to the budget.when your division has submitted budgets in the past,the corporate management has usually cut your budgeted expenses,thereby,increasing the division’s budgeted profit.this of course,makes it  more difficult for your division to achieve the budget profit.Moreover,it makes it less likely that you and your divisional colleagues will earn a bonus.
Now your boss is pressuring you to pad the expense budget, because : the budgeted expenses will just be cut away at the corporate level”. Is padding the budget ethical under this circumstance? What do you think?




Sebuah anggaran departemen atau divisi yang sering digunakan sebagai digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja manajer. Realisasi dibandingkan dengan tingkat kinerja dianggarkan, dan mereka yang mengungguli anggaran sering dihargai dengan meningkatkan promosi atau gaji. Dalam kasus msny, bonus terikat secara eksplisit dengan kinerja relatif terhadap anggaran. Sebagai contoh, anggota manajemen puncak divisi mungkin menerima bonus jika laba divisi melebihi dianggarkan profit ini melebihi laba dianggarkan oleh persentase tertentu.
isu-isu etis yang serius dapat timbul dalam situasi di mana anggaran merupakan dasar bagi manajer bermanfaat. Misalnya, personil teratas divisi manajemen akan membagi bonus sebesar 10 persen dari jumlah yang sebenarnya melebihi laba divisi anggaran. Hal ini dapat menciptakan insentif bagi petugas anggaran divisi, atau manajer lain memasok data, untuk pad anggaran laba divisi. padding seperti itu akan membuat anggaran lebih mudah untuk mencapai, sehingga meningkatkan kesempatan bonus. Atau, mungkin ada insentif untuk memanipulasi hasil divisi aktual untuk memaksimalkan bonus manajemen. Misalnya, akhir tahun penjualan dapat dialihkan antara tahun untuk meningkatkan pendapatan dilaporkan pada tahun tertentu. Anggaran personil bisa insentif tersebut untuk salah satu dari dua alasan: 1) mereka mungkin saham dalam bonus, atau 2) mereka mungkin merasakan tekanan dari para manajer yang akan berbagi di bonus.
Tempatkan diri pada posisi dari bonus controller.Your divisi, dan bahwa bos Anda, wakil presiden divisi, akan ditentukan sebagian oleh division'income dibandingkan dengan budget.when divisi Anda telah mengajukan anggaran di masa lalu, manajemen perusahaan telah biasanya dipotong pengeluaran Anda dianggarkan, dengan demikian, meningkatkan profit.this divisi dianggarkan tentu saja, membuatnya lebih sulit bagi divisi Anda untuk mencapai anggaran profit.Moreover, itu membuat kurang mungkin bahwa Anda dan rekan divisi Anda akan mendapatkan bonus.
Sekarang bos Anda menekan Anda untuk pad anggaran biaya, karena: biaya yang dianggarkan hanya akan dipotong di tingkat korporat ". Apakah padding anggaran resep dibawah keadaan ini? Bagaimana menurut Anda?


Menurut saya, jika saya sebagai bonus controller, ukuran kinerja manajer yang hanya mengandalkan pada ukuran keuangan saja tidak mencukupi untuk memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses, faktanya dapat menjadi dis fungsional karena beberapa alasan:
1.      Setiap perusahaan itu cita-cita pentingnya adalah mengoptimalkan tingkat pengambalian pemegang saham, tetapi mengoptimalkan profitabilitas jangka pendek tidak selalu menjamin tingkat pengembalian yang optimum bagi pemegang saham, sedangkan pada saat yang sama kebutuhan akan umpan balik dan pengendalian manajemen yang terus- menerus mengharuskan perusahaan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja unit bisnis paling tidak sekali setahun. Dalam kasus ini ukuran dan evaluasi kinerja manajer didasarkan dari anggaran departemen atau divisi. Semakin bagus kinerja manajer diukur dari anggaran maka semakin besar kesempatan untuk promosi dan mendapatkan bonus.  Hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk mencapai tingkat laba saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajer unit bisnis akan mengambil tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang. Ini merupakan kesalahan dari pelaksanaan tugas.
2.      Ketika ukuran kinerja didasarkan pada anggaran untuk mendapatkan laba besar pada divisi tersebut maka mungkin manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka panjang, guna memperoleh laba jangka pendek. Hal ini terjadi karena dengan ber investasi untuk jangka panjang akan menurunkan hasil keuangan jangka pendek. Karena dana yang seharusnya dipakai untuk investasi guna  mendapatkan pengembalian yang besar dimasa depan sudah habis dipakai untuk investasi yang aman pada saat ini untuk memaksimalkan laba.  Ini merupakan kesalahan tidak mencantumkan.
3.      Adanya perbedaan kepentingan anatara manajer unit bisnis dengan manajer senior. Karena keika  divisi Anda telah mengajukan anggaran di masa lalu, manajemen perusahaan telah biasanya dipotong pengeluaran Anda  yang akan dianggarkan, dengan demikian, meningkatkan profit manajer senior.Tentu saja membuatnya lebih sulit bagi divisi Anda untuk mencapai anggaran profit.Dan  membuat  Anda dan rekan divisi Anda  tidak akan mendapatkan bonus pada tahun ini.Menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan dapat mendistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajer senior. Jika manajer unit bisnis di evaluasi berdasarkan anggaran laba mereka, mereka mungkin mencoba untuk menetapkan target laba yang mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh perusahaan, karena laba yang di anggarkan mungkkin saja lebih rendah dari yang seharusnya dapat dicapai, selain itu, manajer unit bisnis mungkin tidak  mengakui selama tahun tersebut karena  kemungkinan besar mereka akan gagal untuk mencapai laba yang dianggarkan sampai benar-benar terbukti bahwa meraka tidak mungkin mencapai nya. Hal ini menunda tindakan korektif.
4.      Mungkin ada insentif untuk memanipulasi hasil divisi aktual untuk memaksimalkan bonus manajemen. Misalnya, akhir tahun penjualan dapat dialihkan antara tahun untuk meningkatkan pendapatan dilaporkan pada tahun tertentu.Pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Pada satu tingkat, manajer bisa saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk memenuhi target periode sekarang. Pada tingkat lain, manajer mungkin mengubah data, yaitu dengan sengaja menyediakan informasi yang tidak akurat.
Solusi nya adalah untuk mengukur dan mengevaluasi manajer unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik keuangan maupun non keuangan. Ukuran-ukuran non keuangan yang mendukung implementasi strategi disebut sebagai factor kunci keberhasilan atau indicator kunci kinerja. Campuran dari ukuran keuangan dan non keuangan sebenarnya diperlukan d semua tingkatan dalam organisasi. Penting bagi eksekutive senior untuk tidak hanya menelusuri ukuran-ukuran keuangan saja, yang mengindikasikan hasil dari keputusan masa lalu, tetapi juga penilaian non keuangan, yang merupakan indicator penentu kinerja masa datang.
            Sebagai manajer divisi, saya setuju dengan adanya pemberian bonus dalam bentuk saham karena ketika manajer mendapat kan bonus saham, manajer akan merasa memiliki perusahaan dan akan lebih bertanggung jawab dan berhati-hati dalam bekerja dan akan ikut serta dalam pengambilan keputusan yang penting dalam perusahaan.
            Sebagai staf divisi, saya tidak setuju dengan adanya pemberian bonus dalam bentuk saham karena kalau insentif dan bonus dalam bentuk saham, untuk menerima insentif tersebut harus menunggu Rapat Umum Pemegang Saham untuk dibagikan sahamnya.
Kesimpulan: Kami tidak setuju dengan adanya penilaian kinerja dan evaluasi manajer dengan berdasarkan anggaran,dengan diberikan bonus atau insentif berupa saham. Karena hal ini dapat menggoda manajer untuk melakukan manipulasi secara terus- menerus dan meningkat atau semakin banyak manipulasi yang akan dilakukan. Karena semakin besar bonus yang didapatkan akan semakin banyak saham yang akan diperoleh. Hal ini tidak baik untuk perusahaan dan pemegang saham lainnya karena akan memotivisi manajer untuk bertindak curang bahkan bisa hingga menguasai perusahaan.